smkn6 penerbangan kota tangerang

Selasa, 01 Juni 2010

Tentang Kami




SMK Negeri 6 Kota Tangerang berdiri mulai tahun 2008 di Kecamatan Neglasari tidak jauh dari lokasi Bandara Internasional Soekarno-Hatta, dengan lahan seluas 1,5 ha. Pendirian SMK Negeri 6 (Penerbangan) merupakan upaya dari Pemerintah Kota Tangerang untuk memajukan masyarakat Kota Tangerang agar dapat mensejajarkan diri dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Tujuan dari berdirinya SMK ini adalah untuk mencetak tenaga terampil di bidang penerbangan, memberikan wawasan yang luas tentang dunia penerbangan dan menjadikan siswa memiliki kemampuan akademis yang dibarengi dengan sikap prilaku dan mental terpuji serta berakhlakul kharimah.
SMK Negeri 6 memiliki fasilitas gedung milik sendiri (dalam tahap penyelesaian) yang dilengkapi dengan hanggar mini, apron, shelter, GWS & equipment, lab. avionic, lab. bahasa, lab. komputer, piston & gas turbine engine, sarana ibadah dan sarana ekstrakurikuler.

Untuk menunjang proses KBM, SMK Negeri 6 tidak hanya memperhatikan kemampuan akademis siswa tetapi juga mendukung kreatifitas siswa dalam mengembangkan bakat dan potensi yang diwadahi melalui kegiatan Ekstrakurikuler.Kegiatan ekstrakurikuler. Tersebut diantaranya adalah Beladiri karate, Pencinta Alam, Pramuka, PMR, Paskibra, Climbing, Drum band, seni drama, musik dan tari, dll.

Untuk menjadi sekolah Unggulan, SMKN 6 Tangerang didukung oleh Tenaga Pengajar yang ahli dibidang Penerbangan (Praktisi bidang Penerbangan dan Tenaga Pengajar dari Sekolah Penerbangan)

Pada angkatan pertama ini dibuka dua kelas 'Aviation Electronic' dan 'Airframe and Power Plant' .

Kumpulan artikel


Tragedi Hotel Prodeo Bintang 5 Jilid 1
Oleh : Yoesep KF *

Secara konseptual, penjara (lembaga pemasyarakatan) dibuat sebagai media untuk menciptakan epek jera bagi para pelanggar hukum yang telah dinyatakan bersalah oleh hakim di pengadilan. Dalam penjara tersebut diberikan penyadaran serta pembinaan dari mulai fisik dan mental, sehingga narapidana dapat menjadi manusia yang layak untuk dikembalikan kepada lingkungan masyarakat yang diasumsikan normal dan benar.
Mendengar kata penjara, rutan, lembaga pemasyarakatan, obag, atau dengan istilah lain, menimbulkan sebuah persepsi tentang kengerian, keterkungkungan, kotor, bau, menyeramkan serta hal-hal menakutkan lainnya. Hanya saja akhir-akhir ini persepsi tersebut berangsur-angsur pudar setelah tim Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum (Denny Indrayana, Yunus Husain dan Mas Ahmad Santosa) melakukan sidak ke Rumah Tahanan Khusus Wanita Pondok Bambu Jakarta Timur. Sungguh diluar dugaan, Arthalyta Suryani, misalnya terpidana 5 tahun kasus suap Jaksa Urip ini, memiliki kamar yang mewah, ada AC, TV warna, tempat tidur, meja, kursi kulit, dan mainan anak-anak. Bahkan menurut beberapa sumber, Ayin mengaku dia terus bisa memimpin usahanya dari balik rutan mewahnya itu. Di dalam kamarnya yang berukuran 8X8 meter tersebut Ayin masih bisa mengendalikan usahanya melalui Hp nya. Sungguh luar biasa, saat sidak pun tim menemukan Ayin tengah melakukan perawatan wajah yang ditangani oleh seorang dokter spesialis.
Selain Artalita, narapidana lain yang menikmati kemewahan hotel prodeo dialami oleh Limarita, terpidana seumur hidup kasus narkoba. Tak jauh beda kemewahannya dalam kamar Limarita terdapat kulkas, AC, home theatre dan ruang karaoke . Menurut Limarita, ia membangun kamar dan mengisi kamarnya dengan biaya sendiri dengan biaya sekitar Rp 1 milyar. Kamar itu Kasus perlakuan istimewa di lapas Pondok Bambu, membuka mata sekaligus menampar muka pihak terkait. Bagaimana seorang narapidana seperti Ayin, ternyata mendapat perlakuan tak ubahnya di keluarganya, sungguh sebuah ironi yang mengesalkan sekaligus menjijikkan. Apa lagi, di bagian lain tetapi masih di lokasi yang sama, berpuluh narapidana lain berhimpit tempat dan derita dalam sebuah ruangan yang sempit dan tidak layak huni. Sudah separah ini kah mafia hukum di negeri ini ?, negeri yang katanya religius, demokratis, dan menghormati Hak asasi Manusia?. Lagi-lagi dalam urusan ini ’oknum’ selalu dijadikan kambing hitam, tetapi kenapa oknum itu melibatkan hampir semua pihak ? bukankah oknum merupakan pribadi menyimpang dari sebuah komunitas yang bersih ?.
Terlepas dari siapa saja yang salah dalam ’tragedi hotel prodeo bintang 5 Jilid 1ini’, seharusnya aparat penegak hukum mau dengan jantan mengakui kesalahan dengan tidak mencari kambing hitam, tetapi mampu legowo berserah diri terhadap sistem hukum yang berlaku di negeri ini, sehingga tercipat reformasi sistem dan regenerasi personal dari para penegak hukum tersebut. Kasus Lapas Pondok Bambu merupakan puncak gunung es di tengah lautan, hanya keliatan ujungnya saja, sementara badan besar yang sesungguhnya masih belum terlihat di permukaan, oleh sebab itu kasus tersebut sudah layak dijadikan sampel kasus sebagai parameter buruknya sistem pengelolaan Rumah tahanan di Indonesia.
Bila sidak dilakukan secara sinergis dan simultan dalam waktu yang bersamaan, maka dipastikan akan muncul tragedi hotel prodeo bintang 5 jilid kedua , ketiga, bahkan mungkin sampai jilid tak terhingga di rumah tahanan di berbagai wilayah Indonesia.
Sidak yang dilakukan oleh tim Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, memang tidak akan mampu merubah secara revolusioner sistem dan mentalitas petugas rutan di seluruh negeri ini, tetapi setidaknya sidak tersebut bisa dijadikan shock therapi bagi para petugas rutan dan penegak hukum lainnya untuk dapat bertugas dengan optimal sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sudah saatnya hukum ditegakan di negeri ini, para pelaku kejahatan ditangkap, diadili sesuai dengan ketentuan hukum positif, dimasukan kedalam penjara yang difungsikan sesuai dengan fungsi sebenarnya, sehingga muncul epek jera dan kesadaran untuk menjadi manusia yang benar. Apabila keberadaan dan pengelolaan penjara hanya dilakukan seperti sekarang ini, sama saja menyuruh orang-orang kaya untuk melakukan tindak kejahatan dengan hukuman penjara mewah yang nyaman, dan menyenangkan. Seandainya sistem hukum dan penjara tidak mampu menimbulkan epek jera bagi para pelaku tindak kejahatan, haruskah kita memakai sistem hukum islam, biar semua jera dengan hukum pancung, razam dan sebagainya, bukankah dengan adanya penjara hanya menghabiskan dana trilyunan rupiah setiap tahun hanya untuk mengurus makan, minum,listrik, dan kesehatan bagi para tahanan ?.
*Penulis adalah wartawan Pilar News.




MAKELAR KASUS
Oleh: Yoesep KF*

Istilah Makelar kasus (Markus) menjadi sangat populer dalam praktik hukum di Indonesia. Istilah ini hampir ada di seluruh lembaga penegak hukum di Indonesia. Saat ini Makelar Kasus telah menjamah tubuh gempal Kepolisian, mencabik harga diri kejaksaan, melakukan pembusukan karakter di KPK, bahkan sampai meruntuhkan kewibawaan ditjen pajak.
Secara Gramatikal, kata makelar sendiri berarti perantara antara penjual dan pembeli. Makelar yang sudah mengenal baik si penjual dan si pembeli, maka keberhasilan akan terjadinya sebuah transaksi akan semakin besar. Berdasarkan pengertian makelar diatas, maka untuk pengertian makelar kasus, atau markus dapat diartikan sebagi seorang perantara yang mengenal penjahat sekaligus memiliki hubungan dengan penegak keadilan (Polisi, KPK, Jaksa), dan biasanya Makelar Kasus memberikan informasi yang dia ketahui tentang penjahat, dan kemudian Makelar Kasus akan menyampaikan informasi tersebut kepada para penegak hukum. Sebagai penghubung, seorang makelar kasus akan menjadi mediator untuk mencari jalan tengah dengan solusi uang bagi penyelesaian damai sebuah kasus kejahatan. Prinsip sama-sama senang menjadi pegangan dasar dalam relasi mereka, asalkan kasusnya selesai, asalkan penegak hukumnya senang, asalkan sang makelar dapat uang, maka semuanya berjalan dengan lancar dan menyenangkan. Bagi beberapa orang, menjadi makelar kasus merupakan candu yang tidak bisa dilepaskan, karena pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan yang ringan dengan penghasilan yang besar, sehingga pekerjaan ini memiliki daya tarik yang sangat tinggi.
Berdasarkan referensi dari beberapa surat kabar nasional, Makelar kasus yang paling monumental terkuak di tubuh Polri dan kejaksaan adalah kasus Artalyta Suryani yang tertangkap basah menyuap Jaksa Urip Tri Gunawan sebesar US$ 660 ribu atau sekitar Rp 6 miliar yang diduga terkait kasus BLBI I.Kemudian tragedi makelar Kasus berikutnya hinggap di KPK seputar Kriminalisasi KPK yang menghadirkan Makelar kasus Ari Muladi dan Edi Soemarsono dalam dugaan suap yang dilakukan Anggoro Widjojo terkait kasus korupsi PT Masaro Radiokom. Yang paling baru kita mendengar kasus manipulasi pajak yang menghadirkan Markus-Markus baru di Ditjen pajak seperti Gayus dan Andi kosasih, sungguh menyesakan pegawai Golongan IIIa bisa mempunyai rekening sebesar 25 Milyar ditambah dengan fasilitas rumah mewah eklusif, sangat menggiurkan.
Tragedi Makelar Kasus yang terjadi di lembaga-lembaga penegak hukum merupakan serpihan-sepihan spektrum dari sebuah mozaik besar bernama Kejahatan Luar Biasa. Seandainya semua makelar kasus dapat terungkap, mungkin penuh sesak penjara dengan para Makelar Kasus dari berbagai lembaga terhormat di negeri ini.
Pemberantasan Makelar kasus harus dimulai dari dalam diri internal penegak hokum itu sendiri. Pembenahan dalam proses perekrutan calon penegak hukum seperti di Kepolisian, Kejaksaan, serta lembaga-lembaga lainnya, merupakan sebuah keniscayaan. Apabila para penegak hukum dihuni oleh orang-orang yang bersih, maka potensi para Makelar Kasus untuk beraksi menjadi terbatasi. Selanjutnya reformasi material hukum acara juga mutlak diperlukan, lamanya waktu yang dibutuhkan dalam penyelesaian sebuah kasus kejahatan, membuka celah bagi masuknya para Makelar Kasus untuk ikut bermain memperdagangkan reward and funishment di pengadilan. Hal yang tidak kalah penting dalam pemberantas makelar kasus adalah peran serta masyarakat untuk tidak kompromi sedikitpun terhadap praktek-praktek makelar kasus. Bila mendengar atau mensinyalir adanya indikasi praktek makelar kasus, maka masyarakat harus segera melaporkan ke Satgas pemberantasan Mafia Hukum. Dengan adanya keterlibatan masyarakat dalam melaakukan penolakan secara massif terhadap praktek Makelar Kasus, sehingga menimbulkan iklim yang tidak kondusif bagi perkembangan embrio-embrio makelar kasus di negeri ini.
Makelar kasus bukan sebuah kejahatan biasa, didalamnya terlibat orang-orang terdidik, penegak hukum, penguasa, dan pemodal. Karena kejahatannya bersifat luar biasa, maka sanksi yang diterapkan juga harus sangat luar biasa. Dengan sanksi yang sangat berat (hukuman mati misalnya), diharapkan menimbulkan efek takut bagi siapapun yang akan terjun di dunia Makelar Kasus.
*.Penulis adalah Wartawan Pilar News


Sekali Lagi Tentang Ujian Nasional
Oleh : Yoesep KF *

Meski mengalami penolakan dari berbagai pihak, namun Ujian Nasional atau UN 2010 tetap digelar. Untuk tingkat SMA/MA, UN utama telah dilaksanakan pada tanggal 22 sampai 26 Maret 2010, dan UN susulan mulai tanggal 10 Mei sampai 14 Mei 2010. Pada tingkat SMP/MTs/SMPLB, UN utama akan berlangsung mulai tanggal 29 Maret sampai 1 April 2010, sedangkan UN susulan, mulai tanggal 7 hingga 20 Mei 2010. UN 2010 ditetapkan standar untuk siswa yang berhak lulus; pertama, memiliki nilai rata-rata minimal 5,50 untuk seluruh mata pelajaran yang diujikan, dengan nilai minimal 4,00 untuk paling banyak dua mata pelajaran dan minimal 4,25 untuk mata pelajaran lainnya. Kedua, khusus untuk SMK nilai uji kompetensi keahlian minimum 7,00 dengan nilai teori kejuruan minimum 4,00 nilai uji kompetensi keahlian digunakan untuk menghitung nilai rata-rata UN (Puspendik, 2010).
UN memang menimbulkan banyak masalah dan kontroversi, jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan UN telah menimbulkan masalah bagi orang tua, banyak uang digelontorkan oleh mereka untuk biaya Pemantapan dan Bimbingan Belajar, padahal ditengah kondisi keuangan seperti sekarang ini pengeluaran dana sekecil apapun jelas akan berimplikasi pada kurangnya biaya rumah tangga, Hal itu diakui oleh Nia (40), wanita yang tinggal di Bojong Soang Kabupaten Bandung itu mengaku cukup kewalahan mengeluarkan uang untuk membiayai Bimbel anaknya sekaligus pembelian buku-buku penunjang untuk UN . Selain bagi orang tua siswa UN juga membuat seluruh guru menjadi ketar ketir dan super sibuk menjadi team sukses bagi kelulusan siswanya. Mayoritas sekolah menjadi latah untuk membuat program dadakan seperti remidial teaching, dan les yang dimatangkan dengan menggelar try out, yaitu simulasi ujian dengan soal-soal ujian yang disesuaikan dengan standar UN.
Permasalahan UN tidak berhenti sampai pada tahap persiapan, pada tahap pelaksanaan, banyak berita miring seputar pelaksanaan UN yang menyisakan balada keterpurukan bagi dunia pendidikan, kebocoran soal serta pembagian kunci jawaban dari guru, merupakan kabar tak sedap yang menghiasi surat kabar dan media elektronik selama Ujian Nasional berlangsung. Jika dalam UN berperilaku tidak terpuji, seperti sengaja memberi jawaban kepada siswa, anak-anak tidak akan belajar apa arti nilai kerja keras. Siswa pun akan “menangkap” nilai kerja keras dan kejujuran itu tidak perlu. Lama-lama anak-anak tidak dapat lagi melihat kenyataan secara berimbang dan menilainya secara jujur sesuai dengan kenyataan yang ada, Akibatnya secara fundamental Ujian nasional telah melahirkan generasi-generasi korup yang terbiasa mengambil jalan pintas dan bermental pragmatis dalam menyelesaikan sebuah persoalan. Seperti apa nasib bangsa ini kelak bila generasi mudanya telah dibiasakan dengan cara-cara tidak bermoral dan anti hukum ?.
Ujian Nasional VS Pembelajaran Holistik
Adanya UN tanpa sadar telah membentuk stigma pelajar menjadi “UN oriented”. Belajar hanya untuk UN karena standar lulus adalah UN. Eksistensi pelajaran-pelajaran yang akan diujikan dalam UN menjadi seksi, kepala sekolah, guru-guru, siswa, bahkan masyarakat seolah tergiring untuk melupakan pelajaran-pelajaran yang tidak masuk dalam kategorisasi ‘penting’ karena tidak masuk dalam UN. Akibatnya semangat peserta didik untuk mempelajari pelajaran ‘non UN” (yang tidak masuk dalam UN-RED) menjadi hilang, fenomena tersebut telah mengingkari idealitas tujuan pendidikan nasional untuk membentuk manusia Indonesia yang berkualitas secara holistik lahir dan batin, karena dengan hanya mempelajari mata pelajaran yang di UN kan, peserta didik menjadi kurang perhatian terhadap pelajaran olahraga misalnya, agama, serta pelajaran “non UN” lainnya. Pantas, apabila negara ini miskin akan generasi yang berahlakul karimah, miskin dengan atlit-atlit berprestasi, serta miskin dengan manusia-manusia yang mampu memandang semua persoalan berdasarkan ratio dan rasa. Seandainya seluruh pelajaran dianggap penting oleh pemerintah dan siswa maka nasib pelajaran-pelajaran “non UN” akan menjadi penting, sehingga bisa berkontribusi positif bagi pembentukan karakter serta prestasi peserta didik diseluruh elemen kehidupan.
Remedial UN, solusi alternatif yang latah
Menyikapi penolakan dari akar rumput, pemerintah mengeluarkan kebijakan baru yang dipandang dapat meminimalisasi gejolak anti ujian Nasional, program jalan tengah itu bernama Remedial. Kebijakan adanya Remedial untuk UN seolah-olah dijadikan bumper ampuh bagi penyelesaian kegelisahan masyarakat menyangkut permasalahan UN, padahal kebijakan itu hanya menyentuh kulit luar permasalahan saja. Kebijakan pemerintah yang satu ini terkesan paradoks, selain di danai dengan jumlah yang sangat besar (hamper 500 milyar-RED), Bila dilihat dari segi waktu persiapan, remedial UN hanya mempunyai tenggang waktu satu bulan dari pelaksanaan Ujian nasional utama, apa yang bisa dilakukan siswa dan guru selama satu bulan ?, formulasi yang paling masuk akal adalah menyiapkan strategi jilid dua untuk meluluskan siswa-siswa yang ikut remedial. Hal tersebut jelas tidak mendidik, karena esensi dari belajar holistik adalah kemampuan siswa untuk menguasai seluruh kompetensi dari sejumlah mata pelajaran yang diajarkan di tingkat persekolahan, bukan hanya menguasai beberapa jenis mata pelajaran secara parsial. Seandainya dana remedial dialokasikan untuk hal yang lebih bermanfaat, mungkin telah tercipta sebuah sekolah bertaraf internasional dengan fasilitas lengkap, untuk dibangun di daerah terpencil yang selama ini belum bisa menikmati fasilitas seperti sekolah dijakarta, tetapi melalui Ujian Nasional dipaksa untuk mengerjakan soal buatan Jakarta yang sangat asing bagi mereka.
Dalam tataran Prosedural, UN memang harus diadakan, karena tanpa tuntutan itupun pada dasarnya tugas pelajar adalah belajar. Tetapi keberadaan UN bukan untuk standar kelulusan siswa, lebih relevan jika pelaksanaan UN digunakan sebagai standardisasi guru sekaligus pemetaan sekolah, mengenai realitas potret kualitas pendidikan Indonesia. Sehingga hasil akhir dari pelaksanaan UN merupakan sebuah data pemetaan kualitas sekolah, sehingga pemerintah punya gambaran mengenai kualitas sekolah yang sudah baik maupun sekolah yang masih harus ditingkatkan kualitasnya.
*Penulis adalah Wartawan Pilar News


Undang-undang Lalulintas Dalam Timbangan
Oleh: Yoesep KF *

Dimana ada masyarakat disitu ada hukum, tak salah Cycero (filsuf Yunani) mengatakan itu beberapa abad yang lalu. Karena tanpa hukum, masyarakat laksana binatang buas yang hidup bar bar tanpa aturan.. Mobilitas manusia di jalan raya juga memerlukan aturan yang baik serta mempunyai legitimasi. Tanpa aturan, jalan raya bak hutan rimba bagi para pengendara, bagi polisi, serta bagi semua orang yang menggunakan jalan tersebut. Tahun baru 2010, para pengendara kendaraan bermotor harus sudah siap dengan pemberlakuan undang-undang lalu lintas yang baru yaitu undang-undang No.22 tahun 2009. Ada banyak hal yang cukup menjanjikan bagi ketertiban pengguna jalan raya terkait pemberlakuan undang-undang tersebut. Bila undang-undang ini didiaplikasikan secara komprehensif, maka dapat dipastikan pengguna jalan raya akan takut untuk melanggar ketentuan lalu lintas karena sanksinya begitu mahal dan berat . Sebagai contoh, jika tidak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) misalnya, kita bisa didenda hingga Rp 1 juta. Penetapan denda itu didasarkan Pasal 281 UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Umum yang mengatakan bahwa setiap pengendara kendaraan bermotor yang tidak memiliki SIM dipidana dengan pidana kurungan paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 1 juta. Bila melihat sanksi tersebut . mungkin banyak pihak yang akan berpikir dua kali untuk pergi berkendara tanpa SIM. Sejumlah pasal lain yang mengatur ketentuan berlalu lintas memberikan denda yang tidak sedikit. Dalam UU baru tersebut, sanksi denda minimal Rp 250 ribu dikenakan kepada setiap pelanggar. Berikut sejumlah sanksi denda dalam UU yang baru disahkan 22 Juni 2009 yang lalu. Pasal 278, mengatur setiap pengendara mobil yang tidak dilengkapi dengan perlengkapan berupa ban cadangan, segitiga pengaman, dongkrak, pembuka roda, dan peralatan pertolongan pertama pada kecelakaan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu (Pasal 278). sementara itu pada Pasal 288,menyebutkan bahwa setiap pengendara kendaraan bermotor yang tidak dipasangi Tanda Nomor Kendaraan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu. Pasal 288 ayat (2), setiap pengendara kendaraan bermotor yang memiliki SIM namun tidak dapat menunjukkannya saat razia dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu. Pengaturan mengenai kelengkapan sepeda motor diatur dalam Pasal 285 ayat (1), setiap pengendara sepeda motor yang tidak dilengkapi kelayakan kendaraan seperti spion, lampu utama, lampu rem, klakson, pengukur kecepatan, dan knalpot dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu. Selanjutnya pada pasal 285 ayat (2), setiap pengendara mobil yang tak dilengkapi kelayakan kendaraan seperti spion, klakson, lampu utama, lampu mundur, lampu rem, kaca depan, bumper, penghapus kaca dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribuPasal 287 ayat (1), setiap pengendara yang melanggar rambu lalu lintas dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu. Masalah kecepatan maksimal juga diatur dengan sanksi yang cukup berat, Pasal 287 ayat (5) misalnya dikatakan bahwa bagi setiap pengendara yang melanggar aturan batas kecepatan paling tinggi atau paling rendah dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu. Hati-hati juga dengan masalah kepemilikan STNK, karena Pasal 288 ayat (1) diatur ketentuan mengenai pengendara yang tidak memiliki Surat Tanda Nomor Kendaraan atau STNK dengan pemberian sanksi pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu. Seperti undang-undang sebelumnya (UU No.14 tahun 1992) maslah sabuk pengaman juga menjadi perhatian serius dalam undang-undang ini. Pada pasal 289 diatur ketentuan yang mengatakan bahwa setiap pengemudi atau penumpang yang duduk di samping pengemudi mobil tidak mengenakan sabuk keselamatan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu. Salah satu hal yang relatif baru dalam undang-undang no 22 tahun 2009 ini adalah mengenai pengaturan tentang penggunaan lampu petunjuk arah. Pada pasal 294 misalnya mengatakan bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang akan berbelok atau berbalik arah tanpa memberikan isyarat dengan lampu penunjuk arah atau isyarat tangan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan penjara atau denda paling banyak Rp 250 ribu. Ada banyak ketentuan-ketentuan lain yang tercantum dalam undang-undang no.22 tahun 2009 tersebut, tetapi hal-hal yang di deskripsikan diatas merupakan aturan-aturan yang biasa bersinggungan langsung dengan kehidupan kebanyakan pengendara kendaraan di jalan raya.
Bila dikaji dari sudut pandang isi atau materi hukum yang dihasilkan , sebetulnya tidak terjadi perubahan yang signifikan dari undang-undang No.14 tahun 1992 terhadap UU no.22 tahun 2009 selain perubahan besaran (nominal) sanksi dan beberapa perubahan pasal-pasal kekinian (up to date) yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. Hanya saja, seperti halnya peraturan perundangan yang lainnya, di negeri ini peraturan perundang-undangan selalu dibuat dalam tataran ideal berdiri megah diantara puncak-puncak menara gading negeri utopia, keliatan agung, megah, dan tegas, tetapi apa lacur peraturan yang agung dan perkasa tersebut selalu dibuat mandul dalam tataran penegakan hukum di lapangan. Peraturan itu seolah hanya dijadikan cetak biru (blue print) belaka, tanpa adanya penegakan yang sungguh-sungguh sesuai dengan ketentuan yang telah dibuat. Lagi-lagi permasalahannya selalu kembali kepada mentalitas aparatur penegak hukum dilapangan. Sebagus apapun aturannya kalau mentalitas penegak hukum dilapangan masih bokbrok seperti sekarang ini, maka dapat dipastikan undang-undang inipun hanya akan menjadi pelengkap dari koleksi peraturan yang pernah dibuat di negeri ini.

*Penulis adalah Pemerhati masalah sosial .

Warung Internet (Warnet) Di Bandung Selatan Kurang Mendapat Pengawasan Dari Pemerintah

Dayeuhkolot, (Pilar News) Pada tahun 2000 warung internet (warnet) merupakan barang yang langka, keberadaan warnet waktu itu hanya berdiri di beberapa titik kampus-kampus besar di bandung seperti ITB, UNPAD, UPI dan beberapa Universitas lainnya. Konsumen warnet waktu itu hanya menyentuh kalangan mahasiswa tertentu. Tahun 2005 warnet bermunculan bak jamur dimusim hujan, yang pada akhirnya menghasilkan persaingan harga yang sangat kompetitif. Tahun 2000 harga sewa internet perjam berkisar pada Rp. 6000an, sementara tahun 2005 sudah turun menjadi 3.500an dan tahun 2010 harga tersebut sudah jatuh ke kisaran 3000an per jam, belum termasuk paket dan member yang harganya jauh lebih murah.
Boomingnya warnet di Bandung Selatan (Dayeuhkolot, Baleendah, Banjaran, Soreang) dimulai pada tahun 2006. menurut Nita (21) mahasiswa UPI angkatan 2007 dirinya biasa menggunakan internet di samping desa Citeureup karena pada tahun itu memang baru ada satu warnet di Dayeuhkolot yang dia tahu, baru pada tahun 2007 dia bisa memilih banyak sekali warnet di Dayeuhkolot. Ketika ditanya tentang kualitas, dia mengatakan bahwa warnet di Dayeuhkolot cukup memiliki kualitas yang lumayan walaupun masih jauh ketinggalan jika dibandingkan dengan warnet-warnet yang ada di sekitar kampus-kampus besar di bandung.
Bisnis warung internet memang cukup menjanjikan, Firman (25) pengelola salah satu warnet di Dayeuhkolot mengatakan bahwa keuntungan dari warung internet yang dia kelola bisa mencapai 3 kali lipat dari biaya operasional perbulan. Menurutnya demam internet yang sedang dialami oleh siswa SMP dan SMA merupakan pangsa pasar yang sangat menjanjikan. Boomingnya warnet di Bandung Selatan disikapi serius oleh karang taruna desa Citeureup melalui diskusi anggota yang digelar di selasar RW 03 desa Citeureup beberapa waktu yang lalu. Berdasarkan hasil diskusi tersebut di dapat sebuah kesepahaman mengenai keniscayaan perkembangan sebuah teknologi yang tak bisa ditolak, masyarakat paling hanya bisa mengandalkan pemerintah untuk mampu mengendalikan pendirian warnet melalui regulasi yang mampu meminimalisasi dampak buruk internet, misalnya dengan pengawasan melui pengontrol situs-situs porno dan berbahaya, walaupun sampai saat ini regulasi tersebut belum pernah diterapkan di warnet-warnet sekitar Bandung Selatan, pemerintah desa, kecamatan, kepolisian, dan instansi terkait di Dayehkolot seolah tak acuh dengan keberadaan warnet-warnet tersebut. Menyikapi Menjamurnya warnet di bandung Selatan, Ike Heldarika (50) tokoh perempuan kecamatan Dayeuhkolot yang juga kepala sekolah di salah satu SD negeri di Dayeuhkolot mengatakan bahwa warnet memiliki dampak positif dan negatif, semuanya tergantung dari niat pemakai internet itu sendiri untuk itu peranan orang tua sangat penting dalam memberikan pemahaman dan pengawasan bagi anak ketika mereka meminta ijin untuk pergi ke warnet. Sementara itu terkait masalah bahaya pornografi di internet, pakar pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (Dr.Cecep Darmawan, M.Si) mengatakan bahwa kemudahan untuk mengakses internet dewasa ini yang di perparah dengan kurangnya perangkat filter dari berbagai pihak, mengakibatkan pornografi internet (cyberporn) semakin mudah ditemukan oleh siswa-siswa dibawah umur. Menurutnya, ada beberapa faktor yang menyebabkan pornografi bisa mudah menjarah generasi muda di Indonesia, pertama kurangnya pengawasan, pendidikan dan pembinaan dari guru/orang tua kepada siswa/anaknya tentang bagaimana penggunaan internet yang sehat, manfaat internet dan dampak negatif serta cara menghindarinya; selanjutnya, sikap ketertutupan dari guru/orang tua kepada siswa/anak-anak tentang sex education, akibatnya rasa penasaran yang begitu besar dicari jawabannya di luar sekolah/rumah, seperti di warnet; ketiga, guru/Orang tua yang gagap teknologi (gaptek), sehingga memenuhi kebutuhan internet disekolah atau untuk anak di rumah/dikamar, tetapi guru/orang tua sendiri tidak menguasainya, bahkan tidak mengetahui dampak negatif internet; keempat, kurangnya upaya proteksi oleh guru/orang tua yang memiliki internet disekolah/di rumah atau di kamar anak-anak, yaitu tidak melengkapinya dengan software untuk memblokir situs-situs porno; kelima, orientasi keuntungan finansial para pemilik warnet, sehingga siapa pun bisa menyewa internet termasuk anak-anak atau remaja, bahkan pada jam-jam sekolah. Selain itu ruangan tertutup yang tersedia diwarnet menjadikan anak-anak merasa nyaman dan aman untuk membuka situs-situs porno; keenam, murahnya biaya untuk dapat mengkonsumsi bahkan memiliki foto-foto atau video porno dengan cara mendownloadnya dari sebuah situs porno dan menyimpannya pada disket, CD atau flasdisc; dan ketujuh, sikap keterbukaan masyarakat, termasuk orang tua yang sedikit demi sedikit tidak menganggap tabu hal-hal yang bersifat pornografi. Akibatnya kontrol sosial menjadi berkurang terhadap pornografi. Disamping itu, banyaknya jumlah situs porno yang setiap hari bertambah dan adanya situs mesin pencari diinternet seperti Google, semakin mempermudah untuk mengakses cyberporn, pungkasnya. (Yoesep KF)

Jadilah GOLPUT Pada Pilpres 2009
Oleh : * Yoesep KF


Istilah golongan putih atau golput pertama kali muncul menjelang Pemilu 1971. Istilah ini sengaja dimunculkan oleh Arief Budiman dan kawan-kawannya sebagai bentuk perlawanan terhadap arogansi pemerintah dan ABRI yang sepenuhnya memberikan dukungan politis kepada Golkar. Arogansi ini ditunjukkan dengan memaksakan (dalam bentuk ancaman) seluruh jajaran aparatur pemerintahan termasuk keluarga untuk sepenuhnya memberikan pilihan kepada Golkar. Arogansi seperti ini dianggap menyimpang dari nilai dan kaidah demokrasi di mana kekuasaan sepenuhnya ada di tangan rakyat yang memilih. Ketika itu, Arief Budiman mengajak masyarakat untuk menjadi golput dengan cara tetap mendatangi Tempat Pemungutan Suara (TPS). Ketika melakukan coblosan, bagian yang dicoblos bukan pada tanda gambar partai politik, akan tetapi pada bagian yang berwarna putih. Maksudnya tidak mencoblos tepat pada tanda gambar yang dipilih. Artinya, jika coblosan tidak tepat pada tanda gambar, maka kertas suara tersebut dianggap tidak sah.
Beberapa waktu yang lalu, istilah ‘Golput” menjadi debatebel, sampai-sampai Majelis Ulama Indonesia (MUI-red) mengeluarkan fatwa haram (padahal semua orang tidak tahu secara pasti mengenai siksaan atau balasan apa yang akan diterima di akhirat bagi orang-orang ‘golput’). Terlepas dari fatwa haram MUI, dalam tulisan ini saya hanya ingin mengajak pembaca untuk melihat kepatutan penempatan (labeling) kata ‘golput’ bagi orang-orang yang tidak menggunakan hak suaranya dalam PEMILU legislatif atau Pemilihan Presiden 2009. Masih pantaskah mereka dianggap golongan putih ?.
Dalam budaya serta kebiasaan manapun, warna putih selalu ditempatkan pada sesuatu yang bersih, benar, suci, serta penuh dengan kebajikan. Legenda dan cerita dunia persilatan misalnya, selalu memposisikan golongan putih sebagai kaum pembela keadilan yang diisi oleh-orang-orang terpilih yang mampu memberikan keselamatan dan kesejahteraan bagi orang banyak. Bila melihat rasionalitas tersebut, labeling golongan putih pada orang-orang yang tidak menggunakan hak pilih pada Pilpres 2009 sangat tidak layak diberikan, golongan putih hanya layak diberikan kepada para pemilih yang mampu menggunakan hak suaranya berdasarkan pertimbangan ratio dan rasa, mampu memilih berdasarkan hati nurani luhur yang disertai tanggung jawab penuh bagi keselamatan dan kesejahteraan rakyat di Negara Republik Indonesia. Golongan putih yang sebenarnya adalah golongan yang mampu menentukan pilihan secara jujur,dengan itikad baik untuk kepentingan bangsa, bukan golongan yang tidak menggunakan haknya untuk memilih tanpa rasionalitas yang jelas, hanya didasarkan pada emosi sesaat.
Bila kita melakukan plash back, Golput pada masa orde baru merupakan perlawanan terhadap kekuasaan yang tiran, sebuah sikap politik dari orang-orang yang visioner, berani, dan punya rasionalitas yang kuat terhadap kebebasan berdemokrasi, sedangkan golongan putih yang hadir dalam masa sekarang, kebanyakan lebih dilandasi oleh sakit hati, apatis, serta latar belakang emosional yang tidak dewasa. Kalau mereka (golput-red) memandang bahwa tidak ada satu partaipun yang cocok dengan ideologinya, kenapa mereka tidak mempersiapkan diri untuk membuat partai jauh-jauh hari sebelum Pemilu digelar. Bukankah 44 partai dengan latar belakang ideologi yang berbeda sudah cukup untuk menjadi alternatif ?.
Golongan putih sudah saatnya dilabelkan kepada para konstituen yang mampu memilih secara dewasa, dilandasi kesucian, dan niat tulus untuk kesejahteraan bangsa. Sedangkan bagi mereka yang tidak mau menggunakan hak pilihnya,tanpa rasionalitas yang jelas, yang hanya disandarkan pada kebencian, iri, dan kedengkian pemikiran logis (Logika Setan), selayaknya dilabelkan dengan golongan hitam, atau bahkan golongan busuk sekalian.
Sudah saatnya kita menjadi golongan putih dalam Pilpres 2009, dengan cara menggali setiap informasi mengenai visi, misi, akhlak, kepribadian, serta orientasi calon presiden yang akan memimpin bangsa ini. Apabila golongan putih benar-benar terwujud , maka money politik, dan kecurangan-kecurangan dalam Pilpres 2009 dapat diminimalisasi. Semoga seluruh pemilih dalam pilpres 2009 mampu menjadi golongan putih, sehingga menghasilkan presiden yang bersih, sayang terhadap rakyat, serta mampu menyelesaikan kompleksitas permasalahan bangsa yang sudah sangat akut.


* Penulis adalah Penonton panggung Politik Indonesia



Taman Kota Surga Bagi Para Hidung Belang

Baleendah,(LN). Dalam tataran idealitas, taman kota (tamkot-red) dibuat untuk memberikan kesan sejuk, ruang terbuka hijau, serta sarana rekreasi penduduk kota sekitar. Tumbuhan yang hijau, suasana yang sejuk dan bersih memberikan kenyamanan bagi siapapun yang berkunjung kesana. Tetapi apa lacur, Keberadaan Taman kota di Baleendah justru menimbulkan polemik baru bagi masyarakat sekitar, terutama masyarakat yang berada di kecamatan Baleendah dan kecamatan Dayeuhkolot.
Ketika malam tiba, puluhan wanita dengan bedak tebal dan gincu merah menyala di bibir, sibuk mencari lelaki hidung belang yang biasa mencari kepuasan dengan cara instan. Menurut Ev (bukan nama sebenarnya) mereka biasa mangkal dari jam 21.00 sampai dengan pagi hari, jumlah mereka puluhan, dengan variasi usia mulai dari 15 tahun keatas. Lebih lanjut menurut EV (30), dia dan kawan-kawan seprofesinya memilih mangkal di taman kota Baleendah berdasarkan pertimbangan peluang usaha, kalau mereka mangkal di kota (Tegal lega, Jl.dewi sartika, atau saritem,-red), saingan mereka jauh lebih banyak dengan pengeluaran biaya kemanan yang sangat besar. sementara kalau mangkal di tamkot Baleendah, mereka hanya mengeluarkan modal dengkul tanpa takut di razia oleh Satuan Polisi Pamong Praja, atau instansi terkait lainnya.



Menurut pengakuan EV, dia dan kawan-kawannya mematok tarif mulai dari 50 ribu rupiah, tapi upami nuju sepimah sabaraha we, nu pentingmah aya jang mayar kontrakan, demikian ungkapnya.
Dalam pengamatan LN, transaksi esek-esek tersebut dilakukan di taman kota, setelah tercapai kesepakatan, servis istimewa dari wanita-wanita nakal itu dilakukan sesuai dengan tebal tipisnya dompet serta selera pelanggan, ada yang dilakukan di tempat (daerah sekitar tamkot), ada juga yang dibawa ke tempat lain, hanya saja kebanyakan menurut EV, servis haram itu sering dilakukan di daerah Pasir paros Baleendah.
Sementara itu menurut OM (27) warga desa Citeureup kecamatan Dayeuhkolot yang merupakan salah seorang pelanggan dari transaksi haram tersebut , dia memilih taman kota sebagai tempat berpetualang asmara nya didasarkan pada pertimbangan jarak dan nilai ekonomis, ari didieumah salian ti caket teh hargana oge tiasa ditawar, demikian ungkapnya.
Menanggapi persoalan tersebut, sekjen Forum Peduli Masyarakat Bandung Selatan, Rohmat mengatakan bahwa persoalan esek-esek di taman kota Baleendah merupakan Racun bagi masa masyarakat kecamatan dayeuhkolot dan Baleendah dengan tidak memandang usia, menurutnya, sikap permisif dari aparat dan masyarakat sekitar, dapat menimbulkan keberanian yang berlipat dari pihak-pihak yang punya kepentingan dengan bisnis haram tersebut. Dikatakan Rohmat, Perlu adanya kerjasama dari berbagai elemen masyarakat dan pemerintah, untuk menutup kegiatan prostitusi di taman kota Baleendah dengan pengawasan ketat serta penegakan hukum yang tegas bagi siapapun pelaku praktek sesat tersebut. (Yoesep KF)

Penerimaan Siswa Baru


Buat yang mau daftar ke SMKN 6 Penerbangan Tangerang, pendaftaran dimulai tanggal 28 Juni 2010, silahkan datang langsung ke SMKN 6 Penerbangan Tangerang di Jl. AMD Manunggal No.10 Kedaung Wetan Kec. Neglasari Kota Tangerang (di Belakang Komp Pergudangan Bandara Mas).